Senin, 12 April 2010

Berita Asosiasi


Masalah Khusus Tentang Perdagangan Sarang Walet :

CAFTA Tiongkok Diminta Terima Sarang Walet RI

Istimewa
Menteri Perdagangan Tiongkok Chen Deming (kiri) dan Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Boedi Mranata dalam pertemuan pembahasan ekspor di Yogyakarta, baru-baru ini.
[JAKARTA] Indonesia sebagai negara penghasil sarang burung walet terbesar di dunia ingin dapat mengekspor langsung sarang burung walet ke Tiongkok tanpa melalui negara ketiga. Hal itu untuk mengurangi kebergantungan pada negara perantara dan bisa mendongkrak nilai ekspor Indonesia secara signifikan.
“Sepuluh tahun terakhir ini, kita sulit mengekspor langsung sarang burung walet ke Tiongkok. Padahal, perdagangan komoditas itu sudah berlangsung 500 tahun lalu,” kata Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Boedi Mranata di Jakarta, Jumat (9/4).
Dikatakan, Indonesia tidak bisa langsung mengekspor sarang burung walet karena isu flu burung (H5N1). Sementara itu. Filipina, Malaysia, dan Singapura, boleh langsung mengekspor komoditas itu ke Tiongkok. Indonesia terpaksa menggunakan jasa tiga negara itu atau lewat Hong Kong untuk masuk ke pasar Tiongkok.
Persoalan ekspor langsung itu juga dibahas dalam pertemuan perjanjian per- dagangan bebas China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) di Yogyakarta, baru-baru ini. Saat itu, hadir Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Mendag Tiongkok Chen Deming. Mari meminta Deming agar sarang burung walet Indonesia bisa diekspor langsung ke Tiongkok.
Boedi menyambut gembira pernyataan Mari terhadap kasus ekspor sarang burung walet Indonesia. “Mendag menaruh perhatian be-sar terhadap kasus ini,” kata Boedi.
Pada kesempatan itu, Chen Deming menyatakan, pada prinsipnya pihaknya setuju dan akan mengirim Badan pengawasan, inspeksi, dan karantina Tiongkok (AQSIQ) untuk menindaklanjuti permasalahan itu.
Boedi melanjutkan, jika Tiongkok menerima usulan Indonesia, maka ekspor sarang burung walet nasional diperkirakan naik 50-100% dari total ekspor nasional selama 2009 mencapai US$ 226 juta.
Artinya, devisa yang bisa dinikmati Indonesia dari komoditas ini bisa mencapai US$ 400 juta yang berarti masuk 10 besar andalan ekspor nonmigas Indonesia. Tiongkok juga diuntungkan karena harga komoditas ini menjadi lebih murah karena tidak ada lagi biaya pihak ketiga.
Produksi 80%
Indonesia tahun lalu memproduksi sekitar 70-80% dari total produksi sarang burung walet dunia. Sementara Tiongkok menyerap lebih dari 60% total perdagangan sarang burung walet dunia.
Selain ke Tiongkok, Indonesia juga mengekspor sarang burung walet ke Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, AS, dan Kanada.
Menurut data BPS, tahun lalu Indonesia mengekspor sarang burung walet ke Singapura sebesar US$ 61,27 juta. Singapura kemudian mengekspornya ke Tiongkok.
Menurut Boedi, isu virus H5N1 sangat merugikan bisnis walet Indonesia. Padahal, hasil pemeriksaan tidak pernah sekalipun walet terjangkit virus H5N1. Ini terkait cara hidup walet yang tak pernah hinggap dan kontak dengan unggas atau burung liar lainnya.
Tiongkok mensyaratkan, komoditas itu harus dipanaskan minimal 70 derajat celcius selama 3,5 detik. Dengan demikian mengatasi virus H5N1 tidak susah.
“Dengan penanganan standar itu, Tiongkok seharusnya tidak perlu khawatir terhadap produk ekspor sarang walet dari Indonesia,” katanya.[M-6]





Tidak ada komentar:

Posting Komentar