Senin, 07 Juni 2010

Aroma Pemikat Burung Walet


Cairan ini khusus untuk sirip, fungsinya untuk mempercepat burung walet membuat sarangnya; menghilangkan bau/aroma kayu dan bau-bau lain yang tidak disukai oleh burung wlet. Dibuat secara tradisional dan dijamin tidak mengandung zat-zat kimia; sudah diuji cobakan di berbagai tempat dan hasilnya cukup memuaskan. Caranya cukup sederhana, yaitu dioleskan pada sirip yang masih kosong atau sirip yang ada sarangnya namun jarang-jarang; tujuan utamanya untuk menambah populasi burung walet disekitarnya. Pemakaian secara rutin (3 minggu sekali) akan didapatkan hasil yang memuaskan.

Rabu, 05 Mei 2010

Sarang Burung Walet Merah







Sarang burung walet jenis merah ini harganya cukup mahal dibandingkan dengan yang biasa (putih).

Kamis, 22 April 2010

Berita Gress dari Kompas

EKONOMI
Kepak "Garuda" Menerobos China
Kamis, 22 April 2010 04:56 WIB
Kekuatan kepak burung Garuda yang menandai kekuatan Indonesia diuji. Di tengah upaya meningkatkan daya saing, China merupakan pasar potensial untuk diterobos pengusaha Indonesia. Seberapa menarikkah China bagi investor?
Peluang tak selamanya mudah diraih. Ada yang merasakan kemudahan, tetapi tak sedikit yang merasa sulit menembus dinding Negara Tirai Bambu tersebut.
Komponen investasi, khususnya investasi asing secara langsung (FDI), sangat banyak. Dalam enam bulan terakhir ini, FDI ke China terus naik, mencapai nilai total 8,1 miliar dollar AS.
Apa sebenarnya yang menarik investor asing? Bagaimana Pemerintah China memperlakukan investor asing? Dan, apa pelajaran yang dapat dipetik dari kebijakan Pemerintah China?
Ketua Indonesian Business Association Shanghai Adi Harsono menyebutkan, faktor yang menarik investor asing ke China antara lain pangsa pasar yang sangat besar, iklim investasi yang kondusif, seperti peraturan investasi, infrastruktur, dan sikap pemerintah yang proaktif, serta tersedianya sumber daya manusia yang berlimpah.
”Umumnya, investor asing diperlakukan sangat baik. Mereka dijemput, bukan ditunggu. Mereka disambut red-carpet. Mereka diperlakukan layaknya sebagai investor yang akan mendongkrak ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,” kata Adi.
Adi memandang pelajaran yang perlu diambil dari China adalah sikap ”jemput bola”. Pemerintah Indonesia perlu jemput bola dengan memangkas aturan rumit birokrasi, mempermudah perizinan, dan ikut membantu investor memberesi masalah lahan tanah dan masalah perburuhan.
Dia mengingatkan bahwa tidak semua pengusaha Indonesia sukses di China, terutama usaha kecil dan menengah
Indonesia akan sulit berkompetisi dengan China. Pengusaha Indonesia yang sukses biasanya adalah pengusaha yang sudah mapan dengan manajemen yang kuat.

Pengusaha bicara
CEO Garudafood Sudhamek AWS pun angkat bicara. Potensi pasar China luar biasa. Kesenjangan sosial diatasi Pemerintah China dengan cara melakukan reformasi pertanahan, subsidi bagi warga desa (sebesar 55 persen dari penduduk China masih berada di pedesaan), dan pemberian insentif besar-besaran sehingga kesejahteraan rakyat meningkat dan industri dalam negeri berkembang pesat.
Melihat potensi itu, Garudafood masuk untuk berinvestasi dengan cara mengakuisisi salah satu perusahaan, tepatnya di Xiamen, China. Kantor pemasaran ini dibuka untuk membidik pasar China dan sebagai basis untuk ekspor ke negara lain.
”Tetapi, kita juga perlu belajar smart protection dari China. Produk Garudafood tak bisa serta-merta masuk ke gerai-gerai kecil, seperti toko di sekolah,” kata Sudhamek.
Meski insentif sudah tidak banyak lagi, China tetap menarik bagi investor. Pengusaha melihat potensi pasarnya. Biskuit, misalnya. Total pasar di Indonesia mencapai Rp 12 triliun, sementara pasar China bisa mencapai Rp 80 triliun.
”Persoalan cita rasa makanan juga sangat menentukan untuk bisa diterima konsumen China,” ujar Sudhamek.
Sekitar 50 persen konsumsi semen dunia berada di China. Begitu pula baja 30 persen serta kapal pesiar dan jet pribadi 12 persen. Di China kini bermunculan orang-orang black color, pengusaha yang kerap berpakaian serba hitam, termasuk kartu kreditnya. Pekerjaannya tidak jelas, tetapi mereka jagoan melobi bisnis.
Ketua Asosiasi Peternak dan Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Bidang Perdagangan Boedi Mranata mengaku sulit memasuki pasar China. Produk sarang burung Indonesia masih dituding membawa virus flu burung (avian influenza). Padahal, potensi sarang burung Indonesia sebanyak 80 persen dipasok untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia, antara lain China, Hongkong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan Jepang.
”Pedagang eceran di China sih secara terang-terangan bilang sarang burung Indonesia sangat bagus dan banyak dicari konsumen,” kata Budi.
Larangan produk sarang burung Indonesia memasuki pasar China dilakukan oleh satu pintu, yaitu Department of Supervisions on Animal and Plant Quaratine of General Administration of Quality Supervision Inspection and Quarantine.
Apabila virus H5N1 dijadikan alasan, Budi secara tegas membantah. Pola hidup burung walet sangat jarang berelasi dengan unggas lain. Kemudian, sarang burung dihasilkan dari air liur walet dan prosesnya pun dikeringkan terlebih dahulu. Begitu pula sarang burung itu diproses dengan cara dimasak sehingga virus dipastikan mati.
Setiap tahun, total ekspor sarang burung walet diperkirakan mencapai 400 ton. Sekitar 250 ton diekspor ke China, tetapi ekspor dilakukan melalui negara-negara lain. ”Kalau pintu ekspor bisa dibuka oleh China, harga sarang burung Indonesia tentu bisa sangat kompetitif dibandingkan dengan negara lain,” ujar Budi.
Bagi Indonesia, menurut Budi, dari total nilai ekspor ke China yang mencapai 14 miliar dollar AS, kontribusi yang diberikan sarang burung walet sekitar 4 persen. Tentu, apabila China mengizinkan impor langsung, sarang burung walet bisa masuk sepuluh besar andalan ekspor Indonesia.
Direktur JSP Toys Factory Fakhrudin selaku produsen mainan anak-anak di Demak, Jawa Tengah, mengatakan, citra ”Made in China” memang sudah merekat di seluruh dunia. Karena itu, tanpa perlu bersaing di pasar China, potensi pasar mainan anak sesungguhnya tetap terserap di seluruh dunia.
Bagi Fakhrudin, China merupakan tempat untuk belajar melihat tren pasar. Berbagai model mainan terus diciptakan. ”Jangan dikira semua mainan anak-anak asal China murah. Sentuhan teknologi sudah membuat mainan tertentu tinggi,” kata Fakhrudin, yang bolak-balik ke China.
Itulah sebuah jalan yang sesungguhnya bisa dijadikan pilihan investor Indonesia lainnya!(osa)

Senin, 19 April 2010

Masih Tentang Sarang Burung Walet

Klipping berita untuk diketahui bersama :

Bangunan tinggi menjulang tampak berderet di sepanjang pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa. Bukan rumah penduduk, tapi properti tersebut milik para peternak burung walet.

“Dulu Jawa adalah rajanya untuk perdagangan sarang burung walet. Namun kini mulai susut dan tergantikan oleh Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi. Tapi meski begitu, secara nasional kita masih penghasil terbesar di dunia dari sejak 200 tahun yang lalu sampai sekarang,” ujar Ketua Asosiasi Peternak dan Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI), Wakyudin Husein, Jumat (9/4).

Di Jawa, peternakan walet membentang di pantai Gresik, Tuban, Lamongan hingga Brebes, Tegal, dan Pekalongan di Jawa Tengah. Sampai sekarang, hampir 100% pangsa pasar komoditi ini menyasar pasar ekspor dengan negara tujuan utama China.

Sayangnya, meski perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China telah berlaku sejak 1 Januari 2010, bagi pengusaha sarang walet itu hanya perjanjian abal-abal alias palsu.

Berdasarkan perjanjian FTA, seluruh komoditi Indonesia tidak lagi dikenakan BM saat masuk ke pasar China, kecuali yang ada di sensitive list seperti keramik dan baja. Faktanya, sarang walet dari Indonesia masih dikenakan BM oleh pemerintah sebesar 17%. “Karena itu saya bertanya, apa gunanya ada FTA kalau kondisi di lapangan ternyata seperti ini. Barang China bisa bebas masuk ke Indonesia. Sementara kami dipersulit masuk ke China,” keluh Wahyudin.

Hingga saat ini, menurut Wahyudin, volume ekspor sarang walet ke China mencapai 500 hingga 600 ton tiap tahun dengan harga jual mencapai Rp 19 juta per kilogram. Dengan asumsi itu, maka total transaksi sarang walet Indonesia ke China per tahun sekitar 9,5 triliun. Jika pedagang Indonesia masih dikenakan BM sebesar 17% yang seharusnya sudah 0% sejak berlakunya FTA, maka dipastikan potensi kerugian Indonesia mencapai Rp 1,6 triliun dalam setahun. “Sekarang sudah jalan tiga bulan. Itu sama halnya kita sudah membuang Rp 400-an miliar sejak awal tahun,” keluhnya.

Selain masih dikenakan BM, lanjutnya, pemerintah China hampir selalu mempersulit realisasi ekspor dari Indonesia dengan serangkaian perijinan dan proses administrasi yang berbelit. Ujung-ujungnya, tambah Wahyudin, para eksportir Indonesia harus mengirim barangnya melalui Hongkong dan baru di re-export ke China. “Sepertinya ini juga politik perdagangan China agar edit value ekspor sarang walet Indonesia ke China juga masuk ke Hongkong. Padahal, harusnya kalau bisa langsung masuk ke China, harga yang sekarang sekitar Rp 19 uta per kg bisa menjadi Rp 21 juta per kg. Selama ini selisih Rp 2 juta tersebut masuk ke Hongkong,” urainya.

Pengusaha sarang walet juga harus rela merek dagangnya didzolimi oleh para pengusaha Hongkong. Tiap mengirim sarang walet dari Indonesia ke China, pengusaha Hongkong selalu menggunakan packaging dengan merek mereka. “Alasannya kalau pakai merek Indonesia pasar China tidak mau karena takut flu burung. Padahal kan walet bukan jenis unggas dan dia hidup liar,” tukas Wahyudin.

Anehnya, menurut Wahyudin, kesulitan yang sama tidak berlaku untuk negara-negara ASEAN lain yang juga merupakan penghasil sarang walet. Menurutnya, pemerintah China saat ini telah mau memberlakukan BM 0% untuk sarang walet dari Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand. “Karena itu saya jadi mempertanyakan bargaining pemerintahan kita dalam perjanjian FTA ASEAN-China ini. Negara lain BM-nya sudah 0%, kenapa kita masih 17%,” tukasnya.

Untuk menghadapi masalah di atas, Wahyudin mengaku bingung harus berkeluh kesah ke mana. “Secara peraturan atau undang-undang, biasanya yang pemerintah setempat terapkan ke kami adalah peraturan dari Dinas Kehutanan. Tapi kalau masalah pembinaan dan budidaya, biasanya kami dilempar ke Dinas peternakan,” urainya.

Namun demikian, saat berurusan dengan Dinas Peternakan, Wahyudin mengaku juga kerapkali disarankan ke Dinas Perdagangan karena menyangkut potensi ekspor. Dinas Perdagangan pun menurutnya selalu lepas tangan karena hanya mengurusi permasalahan perdagangan semata.

Senin, 12 April 2010

Berita Baru dari Kompas

Jumat, 09 April 2010
Wah.. Pajak Sarang Walet ke China Masih 17 Persen
SURABAYA,KOMPAS.com - Meski perjanjian pasar bebas ASEAN-China telah berlaku sejak Januari lalu. Namun, hingga saat ini ekspor sarang walet ke China masih terkena pajak sebesar 17 persen. Padahal potensi ekspor sarang walet Indonesia mencapai 500 ton hingga 600 ton per tahun dengan nominal sekitar Rp 7,5 triliun.

"Pemberlakukan pajak ekspor sebesar 17 persen ke China sangat disesalkan para peternak dan pedagang sarang walet. Ini sangat ironis karena negara-negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand dapat mengekspor sarang walet ke China tanpa terkena pajak," kata Ketua Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Wahyudin Husein, Jumat (9/4/2010) di Surabaya.

Dengan adanya tarif pajak sebesar 17 persen, para peternak dan pedagang sarang walet terpaksa mengekspor sarang walet melalui Hongkong. Ekspor sarang walet melalui Hongkong memiki konsekuensi berkurangnya harga sekitar Rp 2 juta per kilogram.

Harga sarang walet bersih berkisar Rp 16 juta hingga Rp 19 juta per kilogram. Karena melewati Hongkong, harga tersebut dipotong Rp 2 juta tiap kilogram menjadi rata-rata Rp 14 juta per kilogram hingga Rp 17 juta per kilogram. "Apabila tak ada pajak ekspor, sebenarnya harga sarang walet akan lebih mahal jika langsung diekspor ke China. Tapi, hingga sekarang China masih bersikeras untuk menerapkan pajak sebesar itu pada produk sarang walet dengan alasan Indonesia belum terbebas dari virus flu burung," ujarnya.

Wahyudin khawatir, mekanisme ekspor sarang walet yang musti melewati Hongkong justru menjadi alat politik dagang bagi pemerintah China. Ekspor sarang walet dari Indonesia ke Hongkong otomatis akan memberikan pemasukan devisa bagi Hongkong.

Saat ini, sebagian besar bahan baku sarang burung walet Indonesia justru diberi label produk Hongkong. Padahal, sebagian besar sarang walet itu berasal dari Indonesia.

Campur tangan pemerintah

Menyikapi masalah ini, APPSWI meminta Kementrian Perdagangan untuk memperjuangkan agar ekspor sarang walet ke China tak dibebani pajak seperti halnya produk-produk ekspor lainnya. "Kami juga berharap atase perdagangan Indonesia di China dapat berkomunikasi dengan asosiasi peternak dan pedagang sarang walet untuk menyelesaikan persoalan ini," kata dia.

Apabila ekspor sarang burung walet akhirnya dibebaskan dari pajak, para peternak dan pengusaha mengharapkan pemerintah memberlakukan aturan atau pembatasan agar sarang burung walet tak diekspor dalam bentuk bahan baku.

Alasannya, proses pengolahan bahan baku sarang walet menyerap tenaga kerja besar hingga mencapai 200.000 orang per hari. "Jika tak ada pembatasan seperti itu, maka orang China akan semakin leluasa mengambil bahan baku sarang burung walet ke Indonesia dan parahnya banyak tenaga kerja yang harus hilang karena proses pengolahan bahan baku berpindah ke China," ucapnya.

sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/04/09/21045337/Wah...Pajak.Sarang.Walet.ke.China.Masih.17.Persen
Diposkan oleh nelolov di 22:02

Berita Asosiasi


Masalah Khusus Tentang Perdagangan Sarang Walet :

CAFTA Tiongkok Diminta Terima Sarang Walet RI

Istimewa
Menteri Perdagangan Tiongkok Chen Deming (kiri) dan Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Boedi Mranata dalam pertemuan pembahasan ekspor di Yogyakarta, baru-baru ini.
[JAKARTA] Indonesia sebagai negara penghasil sarang burung walet terbesar di dunia ingin dapat mengekspor langsung sarang burung walet ke Tiongkok tanpa melalui negara ketiga. Hal itu untuk mengurangi kebergantungan pada negara perantara dan bisa mendongkrak nilai ekspor Indonesia secara signifikan.
“Sepuluh tahun terakhir ini, kita sulit mengekspor langsung sarang burung walet ke Tiongkok. Padahal, perdagangan komoditas itu sudah berlangsung 500 tahun lalu,” kata Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Boedi Mranata di Jakarta, Jumat (9/4).
Dikatakan, Indonesia tidak bisa langsung mengekspor sarang burung walet karena isu flu burung (H5N1). Sementara itu. Filipina, Malaysia, dan Singapura, boleh langsung mengekspor komoditas itu ke Tiongkok. Indonesia terpaksa menggunakan jasa tiga negara itu atau lewat Hong Kong untuk masuk ke pasar Tiongkok.
Persoalan ekspor langsung itu juga dibahas dalam pertemuan perjanjian per- dagangan bebas China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) di Yogyakarta, baru-baru ini. Saat itu, hadir Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Mendag Tiongkok Chen Deming. Mari meminta Deming agar sarang burung walet Indonesia bisa diekspor langsung ke Tiongkok.
Boedi menyambut gembira pernyataan Mari terhadap kasus ekspor sarang burung walet Indonesia. “Mendag menaruh perhatian be-sar terhadap kasus ini,” kata Boedi.
Pada kesempatan itu, Chen Deming menyatakan, pada prinsipnya pihaknya setuju dan akan mengirim Badan pengawasan, inspeksi, dan karantina Tiongkok (AQSIQ) untuk menindaklanjuti permasalahan itu.
Boedi melanjutkan, jika Tiongkok menerima usulan Indonesia, maka ekspor sarang burung walet nasional diperkirakan naik 50-100% dari total ekspor nasional selama 2009 mencapai US$ 226 juta.
Artinya, devisa yang bisa dinikmati Indonesia dari komoditas ini bisa mencapai US$ 400 juta yang berarti masuk 10 besar andalan ekspor nonmigas Indonesia. Tiongkok juga diuntungkan karena harga komoditas ini menjadi lebih murah karena tidak ada lagi biaya pihak ketiga.
Produksi 80%
Indonesia tahun lalu memproduksi sekitar 70-80% dari total produksi sarang burung walet dunia. Sementara Tiongkok menyerap lebih dari 60% total perdagangan sarang burung walet dunia.
Selain ke Tiongkok, Indonesia juga mengekspor sarang burung walet ke Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, AS, dan Kanada.
Menurut data BPS, tahun lalu Indonesia mengekspor sarang burung walet ke Singapura sebesar US$ 61,27 juta. Singapura kemudian mengekspornya ke Tiongkok.
Menurut Boedi, isu virus H5N1 sangat merugikan bisnis walet Indonesia. Padahal, hasil pemeriksaan tidak pernah sekalipun walet terjangkit virus H5N1. Ini terkait cara hidup walet yang tak pernah hinggap dan kontak dengan unggas atau burung liar lainnya.
Tiongkok mensyaratkan, komoditas itu harus dipanaskan minimal 70 derajat celcius selama 3,5 detik. Dengan demikian mengatasi virus H5N1 tidak susah.
“Dengan penanganan standar itu, Tiongkok seharusnya tidak perlu khawatir terhadap produk ekspor sarang walet dari Indonesia,” katanya.[M-6]





Kamis, 25 Maret 2010

Kwalitas Audio sangat menentukan...........


Untuk menarik agar burung walet induk atau anakan mau masuk RBW ditentukan sekali oleh jenis suara dan kwalitasnya. Dalam foto ini RBW kosong yg baru saja dipasangi audio khusus walet, hasilnya cukup menggembirakan. Begitu suara dibunyikan banyak burung yg sedang antri untuk berbondong masuk, dan ada yang berputar-putar didalam rumah walet, diantaranya ada yang menikmati musik tersebut sambil berpasangan. Parfum walet juga disemprotkan di dalamnya, untuk menarik burung supaya cepat tinggal dan kerasan menetap, dalam waktu yang tidak lama burung akan membuat saranggya.

Selasa, 16 Maret 2010

Enviroment yg kurang menunjang, namun berhasil......


Hasilnya benar-benar nyata..
Dalam foto ini, RBW dengan ukuran 5x10 meter dua lantai, berada diadaerah yg sekarang enviromennya menurun; dengan berbagai cara telah dilakukan, yaitu pemasangan audio walet, pengaturan akustik dan penempatan twiter yang tepat, pengkondisian yang baik dan penggunaan parfum khusus walet untuk ruangan dan nesting plank. Jadi dalam waktu dua tahun sekarang sudah di huni sekitar seratus lima puluh burung walet dengan sarang waletnya sekitar 75 biji.
Sekarang ini nampaknya dengan sentuhan teknologi ( seperti tersebut diatas) akan mempercepat burung cepat masuk dalam RBW (rmh burung walet) dan tinggal didalamnya, selanjutnya membuat sarang.

Rabu, 10 Maret 2010

Parfum Khusus Untuk Walet & Rmh Walet


Parfum untuk rumah burung walet dan menambah populasi burung walet:

Ini merupakan hasil terobosan baru di bidang budidaya walet, meskipun ada beberapa cara lain yang sudah diterapkan oleh para pakar/praktisi walet.

Parfum ini kalau disemprotkan baunya harum, setelah itu harumnya hilang, selanjutnya keluar bau seperti rendaman sarang walet.Tujuannya untuk menarik burung wlt masuk dalam rumah/gedung wlt dan kerasan tinggal didalamnya dalam waktu yang lama, sehingga burung tersebut cepat membuat sarang dan menambah jumlah koloni.

Dari foto tersebut untuk menyemprotkannya bisa disemprtokan dg cara biasa (ditekan pd bagian atasnya) , dan bisa menggunakan dispenser (otomatis) yg bisa diatur waktunya; dalam satu kaleng berisi 100 ml, untuk waktu satu setengah bulan, kalau waktu penyalaannya mulai jam 15.00 - 19.00 dengan interval waktu 5 menit.

Sekarang ini dalam budidaya burung walet hampir semuanya menggunakan teknologi, baik itu audio, extra feeding, attractive fluid, parfun dll; dengan harapan dlm waktu singkat hasilnya bisa dinikmati.

Selasa, 09 Maret 2010

KPW Mengadakan Seminar di Jakarta


Dalam seminar ini salah seorang dari Appswi diundang sebagai pembicara. Pesertanya cukup banyak, kurang lebih ada seratus orang dari beberapa negara tetangga; seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapore dan Indonesia.

Berita Lama Tentang Perkembangan Sarang Burung Walet

Komoditi sarang burung walet kembali menjadi perbincangan.
Para petani dan pengusaha sarang walet pun dibuat resah. Hal ini karena munculnya isu akan dibentuknya tataniaga melalui lembaga koperasi, yang harus dilaksanakan petani dan pebisnis "liur" burung berwarna hitam pekat itu sendiri. Bahkan, pada Januari 1996, tataniaga juga akan dibentuk melalui Asosiasi Sarang Burung Walet Indonesia (ASBI).Di mata para petani, permasalahan tentang penerapan aturan penataan bisnis sarang walet ini agaknya justru semakin menjadikan ruwet dan rumit roda bisnis mereka. Akibatnya, secara terus terang menolak hadirnya pola tataniaga yang bakal diterapkan lewat institusi koperasi itu. Bagi petani, dibentuknya tataniaga sama dengan menghancurkan tatanan niaga yang sejak lama dijalankan dengan menganut pola konservatif.Harus diakui, petani lebih suka menggunakan sistem bisnis secaratradisional. Yaitu melalui kontak hubungan dagang dengan tengkulakalias pengijon secara langsung. Melalui pola ini, petani merasa lebihbisa mengendalikan harga, mengatur kualitas, dan kapasitas produksi,serta yang terpenting mampu menjalin ikatan moral antarpelaku bisnissarang burung walet tersebut.Di luar ngototnya para petani sarang walet menolak hadirnya polatataniaga itu, pihak Pemerintah melalui Ditjen Koperasi PedesaanDepkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, mengharapkan para petani bisa menyatukan visi bisnisnya melalui lembaga koperasi. Sebab, wadah koperasi akan lebih mampu meningkatkan taraf kesejahteraan para petani. Selain itu, koperasi tentunya lebih bisa mengendalikan tatanan bisnis yang terkait dengan kuota ekspor, maupun harga jual komoditi sarang walet.Maka, pertanyaannya sekarang, mengapa petani atau pengusaha secara tegas menolak diberlakukannnya tataniaga? Sarang burung walet memang merupakan bisnis cukup menggiurkan. Tak mengherankan kalau komoditi ekspor yang mampu menyumbangkan perolehan devisa negara senilai triliunan rupiah per tahun ini, menjadi rebutan para pelaku bisnis.Dan tak sedikit pula investor dari sektor lain sangat berhasratmengembangkan bisnis ini untuk dijadikan investasi alternatif. Data diAsosiasi Peternak dan Pengusaha Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Jatim mennyebutkan bahwa volume dan nilai ekspor sarang walet dari tahun ke tahun terus meningkat. Misalnya pada 1993 nilai ekspor mencapai 49,2 juta dolar AS (Rp 118 miliar), pada 1994 senilai 63,3 juta dolar AS (Rp 151 miliar), pada 1995 mencapai 68,9 juta dolar AS (Rp 165 miliar). Meski tak diketahui pasti nilainya, yang jelas sepanjang 1996 produksi sarang burung walet secara nasional mencapai 375 ton.
Budidaya sarang walet sendiri, di Indonesia sebenarnya merupakan usaha alternatif penduduk di pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa. Sampai akhir tahun lalu tercatat jumlah budidaya sarang walet goa sudah mencapai 2.470 buah, dan 350 bangunan rumah sarang walet. Khusus untuk perumahan, jumlah bangunan yang digunakan budidaya walet terus bertambah. Data terakhir (awal 1997) menyebutkan, jumlahnya mencapai 3.380 buah atau rata-rata per tahun naik sebesar 88 persen.Wajar jika sampai saat ini, Indonesia merupakan negara mengeksporsarang walet terbesar di dunia dan belum ada saingannya. Eksporterbesar adalah komditi sarang walet putih (aerodramud fushipagus),serta sarang walet hitam (aerodramus maximus). Salah satu negaratujuan ekspor yang cukup potensial adalah Hong Kong. Pada 1994, Hong Kong mampu menyedot komoditi sarang walet sebanyak 66,9 persen.
Tahun berikutnya (1995) mencapai 71,8 persen. Tiga tahun terakhir, pangsa pasar di Hong Kong mencapai kenaikan 40,08 persen atau rata-rata per tahun naik 18,35 persen.Negara-negara di daratan Cina merupakan negara konsumen sarang walet terbesar adalah negara-negara di daratan Cina. Sementara Hongkong, dan Singapura merupakan negara yang menyebarkan komoditi tersebut ke seluruh dunia, seperti ke negara-negara Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia Tengah.Dari data tersebut agaknya bisa tecermin, bisnis sarang walet takperlu mengeluarkan modal besar, namun bisa meraih keuntungan besar. Ini jelas benar-benar menggelitik pebisnis di sektor lain buat pindah jalur. Alasan inilah yang antara lain memunculkan gagasan pembentukan tataniaga, termasuk lewat koperasi.Koperasi boleh jadi soko guru perekonomian negeri ini. Namun, jikasudah terkait dengan tataniaga agaknya petani dan pengusaha tetap pada pendiriannya. "Penolakan kami terhadap pola tatananiaga sarang walet semata karena pertimbangan moral. Sebab, selama ini petani sudah tentram dengan pola yang dijalaninya, yakni sistem bisnistradisional," kata Wahyudin Husein, Ketua APPSWI Jatim menanggapirencana tataniaga tadi.Menurutnya, pola tradisional yang dilakukan para petani dan pengusaha itu sama sekali tak akan merugikan. "Ya, ibaratnya pola dagang sarang walet antara petani dan para tengkulak tersebut telah berjalan mesra seperti sepasang suami istri." Jika dimasuki pihak ketiga, yakni koperasi atau tataniaga melalui lembaga lain, dikhawatirkan keharmonisan tersebut malah terganggu, sehingga bukan tak mungkin justru merugikan petani. Lagipula, pembentukan koperasi itu dilakukan berdasarkan keanggotaan.
Lalu, apa jadinya kalau kenyataannya petani yang tentunya tercatat sebagai anggota tak menyetujui dibentuknya koperasi hanya buat melaksanakan tataniaga sarang walet.Kekhawatiran yang sama juga dilontarkan Hamid, petani dan pengusaha sarang walet dari Sidayu, Kabupaten Gresik. Ia bilang, munculnya isu monopoli bisnis sarang walet dengan dalih pembentukan koperasi itu, secara tak langsung justru bakal membunuh para petani. "Terus terang kami sangat terkejut dengan munculnya isu monopoli tersebut. Kami sangat mengkhawatirkan nasib para petani burung walet, yang nantinya bisa seperti nasib para petani cengkih setelah ada tataniaga itu," tandas Hamid. Tanpa tataniaga, ia tetap merasa optimis sarang walet tetap menjadi salah satu komoditi andalan demi menyokong devisa negara. Dan untuk itu, komoditi sarang walet ini harus tetap menjadi komoditi andalan negara tanpa harus diatur secara njlimet. Lain kata tanpa tataniaga. Di Gresik sendiri para petani sarang burung kini mencapai 400 petani dengan omset penjualan mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. Sedangkan seluruh Jatim kapasitas produksi sarang walet mencapai 35 ton per tahun. Munculnya isu tataniaga ini, bagi Farhan, petani sarang walet asal Pasuruan, Jatim sangat mempengaruhi harga jual sarang walet. Saat ini harga sarang walet menunjukkan kecenderungan menurun. Dari semula harganya mencapai Rp 7 juta per kilogram, kini turun menjadi Rp 5 juta hingga Rp 4 juta per kilogram. Harga sarang walet, terakhir ini mencapai Rp 4 juta per kilogram (untuk sarang walet putih), dan Rp 2 juta per kilogram untuk sarang walet warna hitam (hasil dari gua).Petani lain dari Pasuruan, yakni KH Zaki Ubaid secara tegas mengatakan bahwa tataniaga tak diperlukan petani sarang walet. Ia menganggap bisnis sarang walet ini ibarat bisnis yang sulit diatur tapi sudah berjalan rapi, dan petaninya sudah merasa tenteram. "Selama ini, kami sangat trauma dengan tataniaga yang pernah diberlakukan seperti tataniaga cengkih, bawang putih, dan lainnya," kata Zaki. Dirjen Pembinaan Koperasi Pedesaan Depkop dan PKK, Sidiq Prawiwiranegara saat melakukan dialog dengan para petani/pengusaha sarang walet di Surabaya, belum lama ini mengatakan bahwa pembentukan koperasi untuk para petani sarang burung walet ini hanya merupakan tawaran yang diajukan pemerintah. Sebab, kata Sidiq, koperasi sebagai program pemerintah merupakan asas dari kesamaan dan kepentingan bersama untuk tujuan penyatuan kekuatan terhadap efisiensi para petani sendiri. "Kalau para petani membentuk koperasi, hal itu akan lebih bagus. Namun pembentukan koperasi ini, tentunya atas dasar kesukarelaan. Kalau memang tak mau, itu merupakan hak para petani," ujar Sidiq yang didampingi Direktur Bina Peternakan Ditjen Koperasi Pedesaan Depkop dan PKK, Teguh Budiana. Sementara pengamat ekonomi, Didik J Rachbini,dalam kesempatan sama mengutarakan pandangan sama dengan para petani. Ia beralasan situasi sudah tak memungkinkan lagi lantaran struktur dan jaringan pasar sudah dikuasai petani. Selain itu, para petani sudah cukup trauma dengan pola-pola tataniaga yang pernah dibentuk.Penolakan petani dan pengusaha sarang walet terhadap pembentukantataniaga ini, dipertegas Ketua APPSWI Jatim, Wahyudin Husein.Dijelaskannya, meskipun selama ini para petani dalam cara mengelolamaupun memasarkan produksi sarang waletnya dengan pola tradisional, namun tak pernah terjadi masalah serius yang dihadapi. Penjelasan tersebut memang sengaja dilontarkan Wahyudin karena isu pembentukan tataniaga justru muncul akibat ada tudingan para petani dibuat resah para pengijon. Padahal, ditambahkannya, sebenarnya sistem pengijon hanya berlaku bagi para petani penggarap (istilah untuk pemetik sarang walet di goa-goa -- Red). Sedangkan para petani yang punya sarang walet di rumah-rumah sama sekali tak mengenal sistem pengijon. Mereka rata-rata memiliki jaringan pasar yang cukup kuat. Memperhatikan kondisi dan kenyataan di atas, akankah komoditi sarang walet ini akan terus dianggap rumit sehingga perlu dibentuk tataniaga?Bagaimana pula dengan penolakan para petani sarang walet ini, apakah bisa dipertimbangkan, atau justru perlu dibenahi struktur jaringan pasar yang masih tradisional. Pendek kata, masih perlukah gagasan tataniaga sarang walet diwujudkan?

Stempel Khusus Menambah Populasi Burung Walet


Artikel ini merupakan pengalaman langsung dari seorang pakar walet dan beliau salah satu pengurus dari Appswi :

Ini pengalaman H Achmad Fatich Marzuki sebelum 2009. Peternak walet di Gresik itu harus bersabar selama 2 tahun hi ngga sirip-sirip di rumah walet barunya ditempeli liur emas. Namun kini setelah memakai stempel sarang, cukup 1 - 2 bulan untuk memikat walet bersarang.

Sejak setahun lalu Fatich memang getol menggunakan stempel sarang di rumah walet baru maupun rumah walet lama yang kurang produktif. ”Stempel sangat efektif memancing walet bersarang,” katanya. Prinsip kerja stempel ini mirip stempel biasa, tetapi cairan stempel bukan tinta melainkan cairan dari remukan sarang walet. Cairan yang dilarutkan memakai pelarut tertentu itu agak bening dan kental.

Bentuk stempel dibuat mirip bekas sarang walet yang habis dipanen dengan ukuran panjang 12 cm dan lebar 5 cm. Selanjutnya stempel berbahan kayu dan beralas busa padat itu dicapkan pada sirip-sirip. Nantinya Collocalia fuciphaga itu akan mengira tempat itu pernah digunakan sebagai tempat bersarang temantemannya.

Menurut pengamatan pria 66 tahun itu walet cenderung menyukai titik-titik yang sebelumnya pernah digunakan walet bersarang. “Ini terkait dengan rasa aman dan nyaman,” ujar Fatich. Stempel memang sebagai pemancing walet bersarang karena selanjutnya bila populasi walet mulai banyak, dengan sendirinya akan mengundang walet-walet lain datang dan membentuk koloni stabil.

Sarang imitasi

Teknologi memancing walet dengan stempel merupakan cara baru. Sebelumnya pada 1990-an, telah marak penggunaan nilon putih yang dibentuk menyerupai sarang. Sarang imitasi itu ditempelkan ke sirip dan disemprot cairan pemikat walet. Dengan cara ini keberhasilan walet bersarang mencapai 90%. Sayang saat itu teknologi ini terkendala biaya dan hasil panen. Satu lusin sarang imitasi Rp60.000 - Rp90.000. Sarang pun tipis dan kurang utuh karena harus dikeletek dari nilon. Bila dijual, harga sarang seperti itu lebih rendah daripada harga sarang normal.

Pada akhir 1998, Ade H Yamani, peternak walet di Majalengka, pernah memodifikasi cara itu dengan menggunakan bahan yang lebih murah. Caranya, ia membuat sarang imitasi dari karton kotak nasi, sehingga, biaya pembuatan 400 sarang hanya Rp20.000.

Karton dilekatkan ke sirip dengan paku. Sarang karton ini pun sebetulnya cukup efektif memancing walet bermalam. Terbukti dengan memasang 400 sarang imitasi, 320 sarang di antaranya di tempati walet. Sayang, sarang yang dihasilkan tidak utuh sehingga harganya juga jatuh. Saat harga sarang berkualitas baik Rp15-juta - 16-juta/kg, misalnya, sarang dari karton hanya dihargai Rp8-juta.

Dengan memakai stempel, persentase walet yang bersarang relatif lebih rendah dibanding sarang imitasi, yaitu sekitar 60%. Itu pun berlaku pada daerah yang populasi waletnya masih melimpah seperti di luar Jawa. ”Di Jawa dengan penggunaan stempel rata-rata efektivitasnya sekitar 30%,” kata Fatich. Hal ini memang tak lepas dari kondisi walet di Jawa yang populasinya terus menurun.

Tengoklah sejak 2005 produksi sarang walet di Jawa terutama di sentra seperti Pantura turun hingga 80%. Jadi wajar jika efektivitas pemakaian stempel relatif lebih rendah. Di Jawa, menurut Fatich walet terpancing setelah 1 - 2 bulan. ”Peternak lain di Tanjung Kelor, Kalimantan Timur, hanya butuh waktu 5 - 14 hari untuk memikat walet dengan stempel,” ujarnya.

Toh, stempel memiliki banyak keunggulan. Selain lebih ekonomis, karena 1 liter cairan seharga Rp75.000 - sudah termasuk stempel - bisa mencetak 1.000 cap, sarang walet yang dipanen juga utuh. Harap mafhum, stempel hanya dibuat untuk menimbulkan kesan tempat itu pernah dipakai walet bersarang. Walet terpikat karena cairan yang digunakan mengeluarkan aroma seperti liur walet. Soal sarang lebih utuh karena stempel hanya digunakan walet sebagai fondasi sarang.

Aplikasi teknologi stempel mudah. Pertama cairan dituangkan ke wadah yang di dalamnya diberi kain atau busa. Selanjutnya stempel ditutulkan ke busa basah dan dicapkan ke sirip. Untuk sekali tutul dapat dibuat 2 cap. Tidak ada ketentuan jumlah cap yang dibuat pada sirip. “Sesuai dengan keinginan kita saja, bisa berjarak rapat atau renggang,” kata Fatich. Meski demikian ada ancer-ancer yang harus dicermati. Jarak antarcap setidaknya 5 cm. Dalam satu ruangan berukuran 5 m x 4 m, misalnya, dapat dibuat 200 cap. Sayangnya stempel memiliki kelemahan yakni tidak tahan lama. Jadi bila cap belum dipakai walet bersarang, pengulangan pembuatan cap dilakukan setiap 2 - 3 pekan.

Kaca susu

Meski stempel terbukti dapat memancing walet bersarang, menurut Fatich kunci keberhasilan walet bersarang tetap bersandar pada kecintaan peternak pada walet. ”Kalau cinta, peternak akan menempuh berbagai cara agar bisa membuat walet merasa hidup nyaman di dalam rumah,” ujar pendiri Indonesian Walet Lover Family itu.

Fatich memakai istilah kaca susu untuk 5 hal yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan walet. Kaca susu merupakan kependekan dari kelembapan, aroma, cahaya, suhu, dan suara. Kelembapan idealnya antara 80 - 90%. Toleransinya hingga 95%. Kelembapan terlalu tinggi menyebabkan sirip berjamur. Jika sirip berjamur sangat kecil kemungkinan walet mau bersarang meski memakai stempel sarang. Kelembapan terlalu rendah berdampak air liur walet mengering atau mengkristal di tenggorokan, sehingga walet sulit membuat sarang.

Rumah walet diusahakan beraroma walet supaya si liur emas tidak merasa asing di tempat itu. Kemudian cahaya dalam rumah walet tidak boleh terlalu terang, tetapi dikondisikan terdapat bagian-bagian agak terang dan bagian agak gelap. Suara walet lazim digunakan untuk memancing kedatangan walet ke rumah. Suhu dijaga di kisaran 26 - 29oC dan tidak boleh melebihi 30oC atau pun kurang dari 20oC. Jika semua syarat kaca susu dipenuhi, pemakaian stempel pun akan mempercepat memancing walet bersarang. (Tri Susanti/Peliput: Nesia Artdiyasa)

Senin, 08 Maret 2010

Kawan-kawan Appswi sedang.........


Kawan-kawan Appswi sedang mengikuti Asean Bird's Nest Confrence di Genting Malaysia, teman-teman appswi ada yang dari Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang dan Lombok.

Pakar Walet Sedang kumpul


Kawan-kawan bertemu saat meberi seminar tentang walet di Jakarta sekitar bulan Agustus 2009, pesertanya dari Malaysia, Thailand, Vietnam, singapora dan Indonesia.


Selasa, 16 Februari 2010

HUBUNGAN MUSIM DENGAN BURUNG WALET.......

Hubungan Musim Dengan Kehidupan Burung Walet:

Kehidupan burung burung walet sangat dipengaruhi oleh keadaan udara pada tempat tertentu yang relatif luas dan pada saat tertentu yang relatif panjang, yakni yang lazim disebut dengan musim.

Di Indonesia dikenal musim hujan dan musim kemarau.

Cuaca adalah keadaan udara pada suatu tempat tertentu dan pada hari tertentu.

Musim adalah keadaan udara pada tempat tertentu yang relatif lebih luas dan pada saat tertentu yang relatif lebih panjang.

Iklim adalah keadaan udara pada tempat yang lebih luas dan pada saat yang lebih panjang. Bumi ini terbagi dalam tiga daerah: iklim tropik, iklim pertengahan, dan iklim kutub.

HUBUNGAN MUSIM HUJAN DENGAN BURUNG WALET

Musim hujan adalah musim bila curah hujan di kawasan itu tiap meter persegi dalam satu dekade terdapat minimal setinggi 50 milimeter. Dengan kata lain yaitu dalam satu meter persegi luas tanah terdapat jumlah hujan sebanyak minimal 50 liter air, selama satu dekade atau selama 10 hari berturu turut. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa, bila pada suatu tempat hujan, maka belum tentu tempat tersebut sudah dalam musim hujan, sekiranya curah hujan yang turun ternyata kurang dari 50 liter tiap meter persegi selam satu dekade. Jadi, musim hujan adalh keadaan cuaca di suatu tempat yang terus menerus turn hujan, dan jumlah curah hujannya minimal terkumpul sebanyak 50 liter tiap meter perseginya selama satu dekade.

Umumnya musim hujan di wilayah Indonesia sebagian besar di mulai dari bulan September sampai dengan bulan April. Akan tetapi kadang kadang dapat maju atau mundur selam satu atau dua bulan. Ada beberapa daerah yang musim hujannya berjalan secara bersambungan sepanjang tahun, namun ada juga sebagian daerah yang musim kemaraunya lebih panjang dari rata-ratanya.

Hujan yang turun pada bulan September-April berasal dari uap air yang dibawa Angin Timur Laut ketika angin itu bertiup melalui garis Khatulistiwa, berbelok menjadi Angin Barat Laut.

Angin ini membawa uap air yang berasal dari daratan Cina dan bertiup melalui lautan Cina Selatan. Oleh karena lautan Cina Selatan yang dilalui Angin Muson sangat luas dan lebar, maka uap air yang dibawa cukup banyak.

Musim hujan menyebabakan tanah yang kering pada musim kemarau menjadi subur kembali. Pohon-pohon yang daunnya berguguran mulai bersemi lagi. Hutan dan rumput-rumput yang kering mulai menghijau kembali serta tumbuh dengan subur.

Suburnya tetumbuhan ini secara langsung mendorong berkembangbiaknya serangga, baik sebagai unsur perusak maupun sebagai unsur pembantu penyerbukan. Jadi musim hujan secara langsung sangat membantu berkembangbiaknya berbagai serangga, dan secara tidak langsung juga mendorong berkembangbiaknya burung-burung Walet.

Senin, 15 Februari 2010

Daerah Sentra walet Tertua di Indonesia




Foto ini menunjukkan betapa padatnya sentra wlt ini, perhatikan disekelilingnya; rumah tinggal hanya 30 % nya, sisanya yang 70 % rumah/gedung walet.


Susunan Nama Pengurus Appswi

Susunan Pengurus Asosiasi Peternak dan Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI)
Sekretariat : Jl. Kertopaten 19 E, Surabaya
Telp. 031-3819088, Fax: 031-5920588
Email: appswi@yahoo.co.id

Dewan Pembina :
H.Fatich Marzuki (Surabaya)
Mahruzar (Medan)
Hendro Martono (Surabaya)
Soeharsa M.B (Surabaya)
Suhendra (Surabaya)
Oerip Agussoegito (Semarang)

Ketua Umum :H.Wahyudin Husein (Surabaya)
Sekretaris :H.Rosich Amsyari (Surabaya)

Bendahara :Septalea Santoso (Pandaan)
Bing Hariyanto (Surabaya)

Ketua Bidang Organisasi :Hendrik Mulyadi (Jakarta)
Anton Siswanto (Semarang)

Ketua Bidang Perdagangan -
dan Eksport. :Boedi Mranata (Jakarta)
- Perdag. Luar Negeri :J.Hernanto Tandiono (Surabaya)
Djaswadi Marto Suwiknjo (Semarang)
- Perdag. Dlm. Negeri :H.Hanif Kamaludin (Bangil)
H.Abdul Kadir (Bangil)
Ketua Bidang Budidaya :Johanes Siegfried (Medan)
Harjanto Prawiro (Pekalongan)
Penelitian&Pengembangan/Litbang :Sunu Kuncoro (Surabaya)
Henry Simon (Surabaya)

Hubungan Masyarakat/Humas :Hasan Lutfi (Gresik)
Widodo (Surabaya)
Arief Suharsa (Surabaya)
Andreas Gunawan (Surabaya)