Kamis, 25 Maret 2010

Kwalitas Audio sangat menentukan...........


Untuk menarik agar burung walet induk atau anakan mau masuk RBW ditentukan sekali oleh jenis suara dan kwalitasnya. Dalam foto ini RBW kosong yg baru saja dipasangi audio khusus walet, hasilnya cukup menggembirakan. Begitu suara dibunyikan banyak burung yg sedang antri untuk berbondong masuk, dan ada yang berputar-putar didalam rumah walet, diantaranya ada yang menikmati musik tersebut sambil berpasangan. Parfum walet juga disemprotkan di dalamnya, untuk menarik burung supaya cepat tinggal dan kerasan menetap, dalam waktu yang tidak lama burung akan membuat saranggya.

Selasa, 16 Maret 2010

Enviroment yg kurang menunjang, namun berhasil......


Hasilnya benar-benar nyata..
Dalam foto ini, RBW dengan ukuran 5x10 meter dua lantai, berada diadaerah yg sekarang enviromennya menurun; dengan berbagai cara telah dilakukan, yaitu pemasangan audio walet, pengaturan akustik dan penempatan twiter yang tepat, pengkondisian yang baik dan penggunaan parfum khusus walet untuk ruangan dan nesting plank. Jadi dalam waktu dua tahun sekarang sudah di huni sekitar seratus lima puluh burung walet dengan sarang waletnya sekitar 75 biji.
Sekarang ini nampaknya dengan sentuhan teknologi ( seperti tersebut diatas) akan mempercepat burung cepat masuk dalam RBW (rmh burung walet) dan tinggal didalamnya, selanjutnya membuat sarang.

Rabu, 10 Maret 2010

Parfum Khusus Untuk Walet & Rmh Walet


Parfum untuk rumah burung walet dan menambah populasi burung walet:

Ini merupakan hasil terobosan baru di bidang budidaya walet, meskipun ada beberapa cara lain yang sudah diterapkan oleh para pakar/praktisi walet.

Parfum ini kalau disemprotkan baunya harum, setelah itu harumnya hilang, selanjutnya keluar bau seperti rendaman sarang walet.Tujuannya untuk menarik burung wlt masuk dalam rumah/gedung wlt dan kerasan tinggal didalamnya dalam waktu yang lama, sehingga burung tersebut cepat membuat sarang dan menambah jumlah koloni.

Dari foto tersebut untuk menyemprotkannya bisa disemprtokan dg cara biasa (ditekan pd bagian atasnya) , dan bisa menggunakan dispenser (otomatis) yg bisa diatur waktunya; dalam satu kaleng berisi 100 ml, untuk waktu satu setengah bulan, kalau waktu penyalaannya mulai jam 15.00 - 19.00 dengan interval waktu 5 menit.

Sekarang ini dalam budidaya burung walet hampir semuanya menggunakan teknologi, baik itu audio, extra feeding, attractive fluid, parfun dll; dengan harapan dlm waktu singkat hasilnya bisa dinikmati.

Selasa, 09 Maret 2010

KPW Mengadakan Seminar di Jakarta


Dalam seminar ini salah seorang dari Appswi diundang sebagai pembicara. Pesertanya cukup banyak, kurang lebih ada seratus orang dari beberapa negara tetangga; seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapore dan Indonesia.

Berita Lama Tentang Perkembangan Sarang Burung Walet

Komoditi sarang burung walet kembali menjadi perbincangan.
Para petani dan pengusaha sarang walet pun dibuat resah. Hal ini karena munculnya isu akan dibentuknya tataniaga melalui lembaga koperasi, yang harus dilaksanakan petani dan pebisnis "liur" burung berwarna hitam pekat itu sendiri. Bahkan, pada Januari 1996, tataniaga juga akan dibentuk melalui Asosiasi Sarang Burung Walet Indonesia (ASBI).Di mata para petani, permasalahan tentang penerapan aturan penataan bisnis sarang walet ini agaknya justru semakin menjadikan ruwet dan rumit roda bisnis mereka. Akibatnya, secara terus terang menolak hadirnya pola tataniaga yang bakal diterapkan lewat institusi koperasi itu. Bagi petani, dibentuknya tataniaga sama dengan menghancurkan tatanan niaga yang sejak lama dijalankan dengan menganut pola konservatif.Harus diakui, petani lebih suka menggunakan sistem bisnis secaratradisional. Yaitu melalui kontak hubungan dagang dengan tengkulakalias pengijon secara langsung. Melalui pola ini, petani merasa lebihbisa mengendalikan harga, mengatur kualitas, dan kapasitas produksi,serta yang terpenting mampu menjalin ikatan moral antarpelaku bisnissarang burung walet tersebut.Di luar ngototnya para petani sarang walet menolak hadirnya polatataniaga itu, pihak Pemerintah melalui Ditjen Koperasi PedesaanDepkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, mengharapkan para petani bisa menyatukan visi bisnisnya melalui lembaga koperasi. Sebab, wadah koperasi akan lebih mampu meningkatkan taraf kesejahteraan para petani. Selain itu, koperasi tentunya lebih bisa mengendalikan tatanan bisnis yang terkait dengan kuota ekspor, maupun harga jual komoditi sarang walet.Maka, pertanyaannya sekarang, mengapa petani atau pengusaha secara tegas menolak diberlakukannnya tataniaga? Sarang burung walet memang merupakan bisnis cukup menggiurkan. Tak mengherankan kalau komoditi ekspor yang mampu menyumbangkan perolehan devisa negara senilai triliunan rupiah per tahun ini, menjadi rebutan para pelaku bisnis.Dan tak sedikit pula investor dari sektor lain sangat berhasratmengembangkan bisnis ini untuk dijadikan investasi alternatif. Data diAsosiasi Peternak dan Pengusaha Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Jatim mennyebutkan bahwa volume dan nilai ekspor sarang walet dari tahun ke tahun terus meningkat. Misalnya pada 1993 nilai ekspor mencapai 49,2 juta dolar AS (Rp 118 miliar), pada 1994 senilai 63,3 juta dolar AS (Rp 151 miliar), pada 1995 mencapai 68,9 juta dolar AS (Rp 165 miliar). Meski tak diketahui pasti nilainya, yang jelas sepanjang 1996 produksi sarang burung walet secara nasional mencapai 375 ton.
Budidaya sarang walet sendiri, di Indonesia sebenarnya merupakan usaha alternatif penduduk di pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa. Sampai akhir tahun lalu tercatat jumlah budidaya sarang walet goa sudah mencapai 2.470 buah, dan 350 bangunan rumah sarang walet. Khusus untuk perumahan, jumlah bangunan yang digunakan budidaya walet terus bertambah. Data terakhir (awal 1997) menyebutkan, jumlahnya mencapai 3.380 buah atau rata-rata per tahun naik sebesar 88 persen.Wajar jika sampai saat ini, Indonesia merupakan negara mengeksporsarang walet terbesar di dunia dan belum ada saingannya. Eksporterbesar adalah komditi sarang walet putih (aerodramud fushipagus),serta sarang walet hitam (aerodramus maximus). Salah satu negaratujuan ekspor yang cukup potensial adalah Hong Kong. Pada 1994, Hong Kong mampu menyedot komoditi sarang walet sebanyak 66,9 persen.
Tahun berikutnya (1995) mencapai 71,8 persen. Tiga tahun terakhir, pangsa pasar di Hong Kong mencapai kenaikan 40,08 persen atau rata-rata per tahun naik 18,35 persen.Negara-negara di daratan Cina merupakan negara konsumen sarang walet terbesar adalah negara-negara di daratan Cina. Sementara Hongkong, dan Singapura merupakan negara yang menyebarkan komoditi tersebut ke seluruh dunia, seperti ke negara-negara Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia Tengah.Dari data tersebut agaknya bisa tecermin, bisnis sarang walet takperlu mengeluarkan modal besar, namun bisa meraih keuntungan besar. Ini jelas benar-benar menggelitik pebisnis di sektor lain buat pindah jalur. Alasan inilah yang antara lain memunculkan gagasan pembentukan tataniaga, termasuk lewat koperasi.Koperasi boleh jadi soko guru perekonomian negeri ini. Namun, jikasudah terkait dengan tataniaga agaknya petani dan pengusaha tetap pada pendiriannya. "Penolakan kami terhadap pola tatananiaga sarang walet semata karena pertimbangan moral. Sebab, selama ini petani sudah tentram dengan pola yang dijalaninya, yakni sistem bisnistradisional," kata Wahyudin Husein, Ketua APPSWI Jatim menanggapirencana tataniaga tadi.Menurutnya, pola tradisional yang dilakukan para petani dan pengusaha itu sama sekali tak akan merugikan. "Ya, ibaratnya pola dagang sarang walet antara petani dan para tengkulak tersebut telah berjalan mesra seperti sepasang suami istri." Jika dimasuki pihak ketiga, yakni koperasi atau tataniaga melalui lembaga lain, dikhawatirkan keharmonisan tersebut malah terganggu, sehingga bukan tak mungkin justru merugikan petani. Lagipula, pembentukan koperasi itu dilakukan berdasarkan keanggotaan.
Lalu, apa jadinya kalau kenyataannya petani yang tentunya tercatat sebagai anggota tak menyetujui dibentuknya koperasi hanya buat melaksanakan tataniaga sarang walet.Kekhawatiran yang sama juga dilontarkan Hamid, petani dan pengusaha sarang walet dari Sidayu, Kabupaten Gresik. Ia bilang, munculnya isu monopoli bisnis sarang walet dengan dalih pembentukan koperasi itu, secara tak langsung justru bakal membunuh para petani. "Terus terang kami sangat terkejut dengan munculnya isu monopoli tersebut. Kami sangat mengkhawatirkan nasib para petani burung walet, yang nantinya bisa seperti nasib para petani cengkih setelah ada tataniaga itu," tandas Hamid. Tanpa tataniaga, ia tetap merasa optimis sarang walet tetap menjadi salah satu komoditi andalan demi menyokong devisa negara. Dan untuk itu, komoditi sarang walet ini harus tetap menjadi komoditi andalan negara tanpa harus diatur secara njlimet. Lain kata tanpa tataniaga. Di Gresik sendiri para petani sarang burung kini mencapai 400 petani dengan omset penjualan mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. Sedangkan seluruh Jatim kapasitas produksi sarang walet mencapai 35 ton per tahun. Munculnya isu tataniaga ini, bagi Farhan, petani sarang walet asal Pasuruan, Jatim sangat mempengaruhi harga jual sarang walet. Saat ini harga sarang walet menunjukkan kecenderungan menurun. Dari semula harganya mencapai Rp 7 juta per kilogram, kini turun menjadi Rp 5 juta hingga Rp 4 juta per kilogram. Harga sarang walet, terakhir ini mencapai Rp 4 juta per kilogram (untuk sarang walet putih), dan Rp 2 juta per kilogram untuk sarang walet warna hitam (hasil dari gua).Petani lain dari Pasuruan, yakni KH Zaki Ubaid secara tegas mengatakan bahwa tataniaga tak diperlukan petani sarang walet. Ia menganggap bisnis sarang walet ini ibarat bisnis yang sulit diatur tapi sudah berjalan rapi, dan petaninya sudah merasa tenteram. "Selama ini, kami sangat trauma dengan tataniaga yang pernah diberlakukan seperti tataniaga cengkih, bawang putih, dan lainnya," kata Zaki. Dirjen Pembinaan Koperasi Pedesaan Depkop dan PKK, Sidiq Prawiwiranegara saat melakukan dialog dengan para petani/pengusaha sarang walet di Surabaya, belum lama ini mengatakan bahwa pembentukan koperasi untuk para petani sarang burung walet ini hanya merupakan tawaran yang diajukan pemerintah. Sebab, kata Sidiq, koperasi sebagai program pemerintah merupakan asas dari kesamaan dan kepentingan bersama untuk tujuan penyatuan kekuatan terhadap efisiensi para petani sendiri. "Kalau para petani membentuk koperasi, hal itu akan lebih bagus. Namun pembentukan koperasi ini, tentunya atas dasar kesukarelaan. Kalau memang tak mau, itu merupakan hak para petani," ujar Sidiq yang didampingi Direktur Bina Peternakan Ditjen Koperasi Pedesaan Depkop dan PKK, Teguh Budiana. Sementara pengamat ekonomi, Didik J Rachbini,dalam kesempatan sama mengutarakan pandangan sama dengan para petani. Ia beralasan situasi sudah tak memungkinkan lagi lantaran struktur dan jaringan pasar sudah dikuasai petani. Selain itu, para petani sudah cukup trauma dengan pola-pola tataniaga yang pernah dibentuk.Penolakan petani dan pengusaha sarang walet terhadap pembentukantataniaga ini, dipertegas Ketua APPSWI Jatim, Wahyudin Husein.Dijelaskannya, meskipun selama ini para petani dalam cara mengelolamaupun memasarkan produksi sarang waletnya dengan pola tradisional, namun tak pernah terjadi masalah serius yang dihadapi. Penjelasan tersebut memang sengaja dilontarkan Wahyudin karena isu pembentukan tataniaga justru muncul akibat ada tudingan para petani dibuat resah para pengijon. Padahal, ditambahkannya, sebenarnya sistem pengijon hanya berlaku bagi para petani penggarap (istilah untuk pemetik sarang walet di goa-goa -- Red). Sedangkan para petani yang punya sarang walet di rumah-rumah sama sekali tak mengenal sistem pengijon. Mereka rata-rata memiliki jaringan pasar yang cukup kuat. Memperhatikan kondisi dan kenyataan di atas, akankah komoditi sarang walet ini akan terus dianggap rumit sehingga perlu dibentuk tataniaga?Bagaimana pula dengan penolakan para petani sarang walet ini, apakah bisa dipertimbangkan, atau justru perlu dibenahi struktur jaringan pasar yang masih tradisional. Pendek kata, masih perlukah gagasan tataniaga sarang walet diwujudkan?

Stempel Khusus Menambah Populasi Burung Walet


Artikel ini merupakan pengalaman langsung dari seorang pakar walet dan beliau salah satu pengurus dari Appswi :

Ini pengalaman H Achmad Fatich Marzuki sebelum 2009. Peternak walet di Gresik itu harus bersabar selama 2 tahun hi ngga sirip-sirip di rumah walet barunya ditempeli liur emas. Namun kini setelah memakai stempel sarang, cukup 1 - 2 bulan untuk memikat walet bersarang.

Sejak setahun lalu Fatich memang getol menggunakan stempel sarang di rumah walet baru maupun rumah walet lama yang kurang produktif. ”Stempel sangat efektif memancing walet bersarang,” katanya. Prinsip kerja stempel ini mirip stempel biasa, tetapi cairan stempel bukan tinta melainkan cairan dari remukan sarang walet. Cairan yang dilarutkan memakai pelarut tertentu itu agak bening dan kental.

Bentuk stempel dibuat mirip bekas sarang walet yang habis dipanen dengan ukuran panjang 12 cm dan lebar 5 cm. Selanjutnya stempel berbahan kayu dan beralas busa padat itu dicapkan pada sirip-sirip. Nantinya Collocalia fuciphaga itu akan mengira tempat itu pernah digunakan sebagai tempat bersarang temantemannya.

Menurut pengamatan pria 66 tahun itu walet cenderung menyukai titik-titik yang sebelumnya pernah digunakan walet bersarang. “Ini terkait dengan rasa aman dan nyaman,” ujar Fatich. Stempel memang sebagai pemancing walet bersarang karena selanjutnya bila populasi walet mulai banyak, dengan sendirinya akan mengundang walet-walet lain datang dan membentuk koloni stabil.

Sarang imitasi

Teknologi memancing walet dengan stempel merupakan cara baru. Sebelumnya pada 1990-an, telah marak penggunaan nilon putih yang dibentuk menyerupai sarang. Sarang imitasi itu ditempelkan ke sirip dan disemprot cairan pemikat walet. Dengan cara ini keberhasilan walet bersarang mencapai 90%. Sayang saat itu teknologi ini terkendala biaya dan hasil panen. Satu lusin sarang imitasi Rp60.000 - Rp90.000. Sarang pun tipis dan kurang utuh karena harus dikeletek dari nilon. Bila dijual, harga sarang seperti itu lebih rendah daripada harga sarang normal.

Pada akhir 1998, Ade H Yamani, peternak walet di Majalengka, pernah memodifikasi cara itu dengan menggunakan bahan yang lebih murah. Caranya, ia membuat sarang imitasi dari karton kotak nasi, sehingga, biaya pembuatan 400 sarang hanya Rp20.000.

Karton dilekatkan ke sirip dengan paku. Sarang karton ini pun sebetulnya cukup efektif memancing walet bermalam. Terbukti dengan memasang 400 sarang imitasi, 320 sarang di antaranya di tempati walet. Sayang, sarang yang dihasilkan tidak utuh sehingga harganya juga jatuh. Saat harga sarang berkualitas baik Rp15-juta - 16-juta/kg, misalnya, sarang dari karton hanya dihargai Rp8-juta.

Dengan memakai stempel, persentase walet yang bersarang relatif lebih rendah dibanding sarang imitasi, yaitu sekitar 60%. Itu pun berlaku pada daerah yang populasi waletnya masih melimpah seperti di luar Jawa. ”Di Jawa dengan penggunaan stempel rata-rata efektivitasnya sekitar 30%,” kata Fatich. Hal ini memang tak lepas dari kondisi walet di Jawa yang populasinya terus menurun.

Tengoklah sejak 2005 produksi sarang walet di Jawa terutama di sentra seperti Pantura turun hingga 80%. Jadi wajar jika efektivitas pemakaian stempel relatif lebih rendah. Di Jawa, menurut Fatich walet terpancing setelah 1 - 2 bulan. ”Peternak lain di Tanjung Kelor, Kalimantan Timur, hanya butuh waktu 5 - 14 hari untuk memikat walet dengan stempel,” ujarnya.

Toh, stempel memiliki banyak keunggulan. Selain lebih ekonomis, karena 1 liter cairan seharga Rp75.000 - sudah termasuk stempel - bisa mencetak 1.000 cap, sarang walet yang dipanen juga utuh. Harap mafhum, stempel hanya dibuat untuk menimbulkan kesan tempat itu pernah dipakai walet bersarang. Walet terpikat karena cairan yang digunakan mengeluarkan aroma seperti liur walet. Soal sarang lebih utuh karena stempel hanya digunakan walet sebagai fondasi sarang.

Aplikasi teknologi stempel mudah. Pertama cairan dituangkan ke wadah yang di dalamnya diberi kain atau busa. Selanjutnya stempel ditutulkan ke busa basah dan dicapkan ke sirip. Untuk sekali tutul dapat dibuat 2 cap. Tidak ada ketentuan jumlah cap yang dibuat pada sirip. “Sesuai dengan keinginan kita saja, bisa berjarak rapat atau renggang,” kata Fatich. Meski demikian ada ancer-ancer yang harus dicermati. Jarak antarcap setidaknya 5 cm. Dalam satu ruangan berukuran 5 m x 4 m, misalnya, dapat dibuat 200 cap. Sayangnya stempel memiliki kelemahan yakni tidak tahan lama. Jadi bila cap belum dipakai walet bersarang, pengulangan pembuatan cap dilakukan setiap 2 - 3 pekan.

Kaca susu

Meski stempel terbukti dapat memancing walet bersarang, menurut Fatich kunci keberhasilan walet bersarang tetap bersandar pada kecintaan peternak pada walet. ”Kalau cinta, peternak akan menempuh berbagai cara agar bisa membuat walet merasa hidup nyaman di dalam rumah,” ujar pendiri Indonesian Walet Lover Family itu.

Fatich memakai istilah kaca susu untuk 5 hal yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan walet. Kaca susu merupakan kependekan dari kelembapan, aroma, cahaya, suhu, dan suara. Kelembapan idealnya antara 80 - 90%. Toleransinya hingga 95%. Kelembapan terlalu tinggi menyebabkan sirip berjamur. Jika sirip berjamur sangat kecil kemungkinan walet mau bersarang meski memakai stempel sarang. Kelembapan terlalu rendah berdampak air liur walet mengering atau mengkristal di tenggorokan, sehingga walet sulit membuat sarang.

Rumah walet diusahakan beraroma walet supaya si liur emas tidak merasa asing di tempat itu. Kemudian cahaya dalam rumah walet tidak boleh terlalu terang, tetapi dikondisikan terdapat bagian-bagian agak terang dan bagian agak gelap. Suara walet lazim digunakan untuk memancing kedatangan walet ke rumah. Suhu dijaga di kisaran 26 - 29oC dan tidak boleh melebihi 30oC atau pun kurang dari 20oC. Jika semua syarat kaca susu dipenuhi, pemakaian stempel pun akan mempercepat memancing walet bersarang. (Tri Susanti/Peliput: Nesia Artdiyasa)

Senin, 08 Maret 2010

Kawan-kawan Appswi sedang.........


Kawan-kawan Appswi sedang mengikuti Asean Bird's Nest Confrence di Genting Malaysia, teman-teman appswi ada yang dari Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang dan Lombok.

Pakar Walet Sedang kumpul


Kawan-kawan bertemu saat meberi seminar tentang walet di Jakarta sekitar bulan Agustus 2009, pesertanya dari Malaysia, Thailand, Vietnam, singapora dan Indonesia.